Breakingnewsjabar.com – Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, kembali menyoroti pentingnya pembenahan tata ruang di Jawa Barat. Dalam pertemuannya dengan pejabat Pemerintah Provinsi, Dedi menegaskan bahwa perubahan tata ruang harus dikembalikan pada prinsip akselerasi leluhur, yaitu dengan menyesuaikan kembali fungsi lahan berdasarkan fitrah penciptaannya. Ia menilai banyak kebijakan tata ruang yang tidak selaras dengan kondisi alam, sehingga berakibat pada berbagai bencana, seperti banjir dan longsor. Hal ini ia ungkapkan melalui Akun Youtubenya Kang Dedi Mulyadi Chanel yang berjudul “BAHAS TATA RUANG DENGAN PEJABAT PEMPROV | KDM : JANGAN MALU BERGURU PADA BELANDA”
Belajar dari Belanda dalam Penataan Ruang
Dalam diskusi tersebut, Dedi menekankan bahwa Indonesia, khususnya Jawa Barat, seharusnya tidak malu untuk belajar dari negara lain, termasuk Belanda, dalam hal penataan ruang. Ia mengakui bahwa meskipun Belanda memiliki keterbatasan lahan, mereka mampu mengelola tata ruang dengan sangat baik, sehingga tetap produktif tanpa merusak ekosistem.
“Jangan malu berguru pada Belanda. Mereka punya wilayah kecil, tapi tata ruangnya luar biasa. Sementara kita punya tanah luas, tapi sering dikelola secara serampangan,” ujar Dedi. Ia mengkritisi kebiasaan mengabaikan kearifan lokal dalam tata ruang, padahal nenek moyang bangsa ini telah memiliki metode penataan ruang yang selaras dengan alam.
Kembali ke Konsep Leluhur: Menata Ruang dengan Keseimbangan
Dedi menegaskan bahwa tata ruang harus dikembalikan kepada konsep leluhur, di mana setiap wilayah memiliki fungsi yang sesuai dengan fitrah penciptaannya. Misalnya, kawasan hutan harus tetap menjadi hutan dan tidak dialihfungsikan menjadi permukiman atau industri. Begitu pula dengan lahan pertanian yang seharusnya tidak diubah menjadi kompleks perumahan atau pabrik tanpa pertimbangan ekologi.
“Kita harus kembali ke fitrah. Kalau ada sungai, jangan ditutup atau dialihfungsikan. Kalau ada gunung, jangan dikeruk seenaknya. Alam punya hukum sendiri, kalau kita rusak, pasti akan ada akibatnya,” jelasnya.
Menurutnya, tata ruang yang tidak beraturan menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan, yang berujung pada meningkatnya risiko bencana alam. Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk mereformasi tata ruang di Jawa Barat agar lebih berpihak pada keseimbangan ekosistem.
Mendesak Percepatan Revisi Tata Ruang
Dalam pertemuan tersebut, Dedi juga mempertanyakan lamanya proses revisi tata ruang yang bisa memakan waktu hingga lima tahun. Menurutnya, kondisi saat ini sudah darurat dan memerlukan tindakan cepat. Ia pun berencana mengajukan percepatan revisi ke Kementerian ATR/BPN agar pembenahan tata ruang bisa segera diwujudkan.
Ia juga menyoroti sejumlah permasalahan lain, seperti pengalihan fungsi laut menjadi hak milik bersertifikat, serta tanah PTPN yang disewakan untuk pertambangan atau lahan parkir. Menurutnya, banyak kebijakan yang justru merusak lingkungan atas nama pembangunan.
“Demi kepentingan pribadi, banyak pihak yang ingin menguasai lahan tanpa memikirkan dampaknya. Padahal, kalau kita biarkan terus begini, yang rugi kita semua,” tegasnya.
Dengan sikap tegasnya, Dedi berharap pembenahan tata ruang bisa segera dilakukan agar bencana akibat kesalahan dalam penataan ruang tidak terus berulang di Jawa Barat.

