Breakingnewsjabar.com – JAKARTA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dua di antaranya merupakan pihak internal LPEI, sementara tiga tersangka lainnya adalah debitur dari PT Petro Energy (PT PE). Namun, hingga saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka karena masih melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan.
Kelima tersangka yang ditetapkan adalah:
- Dwi Wahyudi – Direktur Pelaksana I LPEI
- Arif Setiawan – Direktur Pelaksana IV LPEI
- Jimmy Masrin – Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy
- Newin Nugroho – Direktur Utama PT Petro Energy
- Susy Mira Dewi Sugiarta – Direktur PT Petro Energy
“Saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. Kami masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025).
Budi menjelaskan bahwa LPEI memberikan fasilitas kredit kepada 11 debitur, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun. KPK menduga adanya konflik kepentingan antara direksi LPEI dengan debitur PT PE, yang mempermudah proses pemberian kredit tanpa mematuhi prosedur yang seharusnya.
“Diduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE), dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit,” ujar Budi.
Direksi LPEI Abaikan Prosedur dan Manipulasi Dokumen
Budi mengungkapkan bahwa direksi LPEI tidak melakukan kontrol terhadap kebenaran penggunaan kredit sesuai Manual Administrasi Pembiayaan (MAP). Bahkan, direksi LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit meskipun debitur tidak layak menerimanya.
“PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi dasar pencairan fasilitas kredit, tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Selain itu, PT PE juga melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK),” tambah Budi.
Fasilitas Kredit Digunakan Tidak Sesuai Peruntukan
Lebih lanjut, Budi menuturkan bahwa PT PE menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan yang tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI. Praktik korupsi ini mengakibatkan kerugian negara sebesar 60 juta Dolar Amerika Serikat atau setara Rp900 miliar.
“Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta,” tegas Budi.
KPK terus mendalami kasus ini untuk mengungkap semua pihak yang terlibat serta memastikan pertanggungjawaban hukum atas kerugian negara yang ditimbulkan.

