Breakingnewsjabar.com – BOGOR | Ronny Lukito, pendiri merek fashion outdoor ternama Eiger, menjadi sorotan setelah proyek ambisiusnya, Eiger Adventure Land (EAL) di Bogor, disegel oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Penyegelan ini dilakukan karena proyek tersebut dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, hingga membuat Dedi Mulyadi menangis melihat dampak buruknya terhadap ekosistem kawasan Puncak.
Sebagai Chairman PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI), Ronny Lukito adalah sosok di balik kesuksesan Eiger yang dimulai dari usaha kecil-kecilan di Bandung. Lahir pada 15 Januari 1962, ia merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dengan latar belakang keturunan Buton, Sumatera, dan Jakarta. Jiwa bisnisnya diwarisi dari ayahnya, yang memiliki usaha toko tas di Gang Tamrin, Bandung.
Ronny memulai perjalanan bisnisnya dengan mengembangkan usaha toko tas keluarga, menggunakan dua mesin jahit dan modal kurang dari Rp 1 juta. Awalnya, ia memproduksi tas dengan merek Butterfly , yang kemudian diganti menjadi Exxon pada 1979. Namun, karena masalah hukum dengan Exxon Oil Amerika Serikat, nama tersebut akhirnya diubah menjadi Exsport . Dari sinilah lahir merek-merek lain seperti Eiger (1990), Bodypack , dan Neosack .
Berkat kerja kerasnya, Ronny berhasil membeli lahan seluas 6.000 meter persegi di Kopo, Bandung, untuk membangun pabrik Eiger. Ia juga membuka toko-toko ritel seperti Outlive Store di Jalan Setiabudi dan EST Store di Jalan Sumatera. Pada 1992, ia meraih penghargaan Upakarti dari Pemerintah Indonesia atas kontribusinya dalam membina para pengrajin tas. Meskipun sempat mengalami kesulitan finansial akibat ekspansi ke bisnis properti, seperti pembangunan Vila Trinity (1991) dan Perumahan Galeria (1995), Ronny berhasil melunasi utangnya pada 2003.
Penyegelan Eiger Adventure Land di Bogor
Proyek Eiger Adventure Land (EAL) di Desa Sukagalih, Megamendung, Kabupaten Bogor, awalnya direncanakan sebagai ekowisata modern dengan luas mencapai 326 hektare. Proyek ini hampir diresmikan oleh Dedi Mulyadi sebelum akhirnya disegel karena dianggap merusak lingkungan. Saat mengunjungi lokasi pada 6 Maret 2025, Dedi Mulyadi tak kuasa menahan air mata melihat hutan lindung yang telah ditebang dan area resapan air yang digantikan oleh bangunan.
Penyegelan ini dilakukan bersama Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dan Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan. Saat itu, kegiatan konstruksi masih berlangsung. Sebelumnya, proyek jembatan gantung terpanjang di EAL telah diresmikan oleh Ridwan Kamil dan mendapat dukungan dari Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. DPRD Kabupaten Bogor menyatakan bahwa izin proyek ini dikeluarkan pada masa kepemimpinan Bupati Ade Yasin, yang kini menjadi terpidana korupsi.
Kontroversi dan Tanggapan Pemerintah
EAL dirancang memiliki berbagai atraksi, seperti jembatan gantung sepanjang 530 meter—lebih panjang dari jembatan Arouca di Portugal—dan rencana pembangunan kereta gantung sepanjang 863 meter. Selain itu, kawasan ini juga menawarkan aktivitas alam seperti forest adventure , hiking, cultural walk, dan konsep desa tradisional untuk mengangkat kearifan lokal. Dengan investasi Rp 800 miliar, proyek ini diklaim hanya menggunakan 1,75 persen dari total lahan untuk bangunan semi-permanen.
Namun, meskipun diklaim sebagai ekowisata, proyek ini menuai kontroversi. Dedi Mulyadi menilai pembangunan ini merusak ekosistem kawasan Puncak. Ia menyoroti jembatan gantung yang telah menyebabkan longsor di lokasi tersebut. Menurutnya, tindakan eksploitasi hutan demi kepentingan komersial telah merendahkan martabatnya sebagai orang Sunda yang sangat menghormati gunung.
“Gunung adalah sumber kehidupan yang harus dijaga, karena dari sanalah mata air dan ekosistem yang mendukung kehidupan manusia berasal,” ujar Dedi Mulyadi. Kesedihannya semakin mendalam saat melihat kondisi hutan yang dirusak hanya demi kepentingan bisnis. Penyegelan proyek ini menjadi bukti ketegasan pemerintah dalam menjaga lingkungan dari eksploitasi yang berlebihan.

