Breakingnewsjabar.com – BANDUNG |Dedi melanjutkan, kebiasaan ibu-ibu yang berkumpul di sekolah tidak hanya mengganggu proses belajar-mengajar, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah sosial.
“Kalau sudah ngumpul, pasti ada aja yang pamer ini itu. Ada yang pakai baju bagus, tas mahal, atau sepatu branded. Yang lain lihat, bisa jadi iri. Akhirnya, pulang-pulang suaminya disuruh cari uang lebih. Kalau gak bisa, pinjam sana-sini. Ini kan bahaya,” tegas Dedi.
Menurutnya, hal tersebut dapat memicu ketegangan dalam rumah tangga. Banyak keluarga yang akhirnya terjebak dalam gaya hidup konsumtif hanya untuk mengejar gengsi di lingkungan sekolah.
“Suami yang tadinya cukup-cukup saja, tiba-tiba dipaksa kerja lebih keras karena istri merasa harus ikut-ikutan tren para ibu-ibu lain. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga mentalitas kita sebagai masyarakat,” tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Dedi menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendukung proses pendidikan anak tanpa harus terlibat secara berlebihan di lingkungan sekolah.
“Orang tua itu harus percaya sama guru. Urusan sekolah itu ranahnya guru, biarkan mereka bekerja dengan tenang tanpa gangguan dari luar. Jangan sampai sekolah jadi tempat arisan atau rumpi,” ucapnya.
Selain itu, Dedi juga meminta kepada kepala sekolah dan pengelola sekolah untuk lebih tegas dalam mengatur kebijakan kunjungan orang tua. Salah satunya dengan memasang pagar tinggi dan mengunci gerbang selama jam belajar berlangsung.
“Kalau perlu, pasang aturan tegas. Jam belajar ya jam belajar, jangan ada yang boleh masuk kecuali ada urusan penting. Motor pun jangan dibiarkan parkir sembarangan di depan sekolah, bikin macet dan mengganggu aktivitas siswa,” katanya.
Pernyataan Dedi Mulyadi ini menuai beragam respons dari masyarakat. Sebagian orang tua setuju dengan kebijakan ini, karena merasa bahwa kebiasaan berkumpul di sekolah memang sering kali mengganggu kenyamanan.
“Saya setuju kalau ada aturan tegas. Kadang-kadang emang suka ada ibu-ibu yang ngerumpi terlalu lama di sekolah, padahal anak-anak lagi belajar. Apalagi kalau sampai ada yang pamer barang-barang mahal, malah bikin risih,” ujar salah satu wali murid, Ibu Siti (38).
Namun, ada juga yang merasa keberatan dengan larangan ini. Menurut mereka, berkumpul di sekolah adalah cara untuk menjalin silaturahmi antar orang tua siswa.
“Kadang kami ngumpul bukan cuma untuk ngobrol biasa, tapi juga untuk diskusi tentang perkembangan anak di sekolah. Kalau langsung dilarang, rasanya kurang tepat,” kata Ibu Ani (42), salah satu wali murid lainnya.
Harapan Dedi untuk Pendidikan di Jawa Barat
Dedi Mulyadi berharap, dengan adanya kebijakan ini, proses belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lebih optimal. Selain itu, ia juga ingin mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan waktu dan energi.
“Kita harus fokus pada hal-hal yang lebih produktif. Kalau mau bantu sekolah, bisa lewat komite sekolah atau kegiatan formal lainnya. Jangan sampai sekolah jadi tempat untuk hal-hal yang tidak relevan dengan pendidikan,” tutup Dedi.
Dengan adanya larangan ini, Dedi berharap sekolah-sekolah di Jawa Barat dapat menjadi lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar dan berkembang tanpa gangguan dari luar.