Breakingnewsjabar.com – Berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), jemaah haji Indonesia tahun 2025 yang berusia di atas 65 tahun mencapai lebih dari 46.000 orang, dengan sekitar 24.598 di antaranya membutuhkan perhatian khusus dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Jumlah ini cukup signifikan, sehingga pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para jemaah lansia.
Di tengah ribuan jemaah lansia tersebut, ada satu kisah inspiratif dari Husni Pagalung, seorang jemaah asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, yang berusia 69 tahun. Meski telah berusia senja, Husni terlihat sangat bugar dan energik saat ditemui di depan hotel wilayah Syisa. Ia tergabung dalam Kloter 32 Ujung Pandang dan menunjukkan semangat tinggi serta sikap ramah saat berbincang.
Setelah pensiun sebagai PNS pada tahun 2013, Husni mendaftar haji melalui Kemenag Kabupaten Enrekang menggunakan uang pensiun dari Taspen. Ia hanya mendaftarkan dirinya sendiri, tanpa istrinya, karena sang istri sudah menunaikan ibadah haji sebelumnya.
Ketika ditanya mengapa tidak mendaftar haji ketika masih aktif bekerja sebagai pejabat Eselon III di Pemerintah Kabupaten, Husni menjawab dengan tegas, “Belum punya uang. Kan kita nggak boleh korupsi, apalagi untuk kepentingan ibadah haji,” katanya dengan logat khas Sulawesi. Ia melanjutkan, “Kalau dari dulu sudah punya uang, saya pasti langsung daftar.”
Husni berharap bahwa ibadah haji yang dijalaninya kali ini akan membawa perubahan positif dalam dirinya. Ia ingin menjadi contoh bahwa gelar haji harus diiringi dengan perubahan perilaku yang lebih baik.
“Saya ingin, sepulang dari haji ini, saya bisa menjadi lebih baik. Jangan sampai orang yang sudah bergelar haji tetap dinilai negatif oleh orang lain karena tidak ada perubahan dalam tingkah lakunya,” ujarnya sambil tersenyum.
Dari gaya bicaranya, Husni adalah pribadi yang teguh pada prinsip. Ia tidak pernah mau mengambil hak orang lain atau sesuatu yang bukan miliknya. Ia juga tidak suka mencampuri urusan orang lain, karena menurutnya setiap individu memiliki cara dan pola hidup masing-masing.
“Saya tipe orang yang nggak mau tahu urusan orang lain. Lebih baik fokus pada diri sendiri saja. Termasuk selama menjalani haji ini, bertemu dengan jemaah lain, baik dari Indonesia maupun negara lain, saya tidak ambil pusing. Setiap orang punya kebiasaan dan karakter yang berbeda,” tegasnya.
Saat berbagi pengalaman tentang pelaksanaan umrah wajib di Mekkah, Husni mengungkapkan rasa haru yang mendalam. Ia merasakan getaran spiritual luar biasa saat melakukan thawaf.
“Saat thawaf, saya merasakan ada getaran kuat di hati. Saya mencoba menyelami ibadah ini sebagai pengalaman puncak yang sangat berharga. Di putaran kelima, tanpa sadar, saya menangis. Air mata mengalir deras,” kenang Husni dengan suara parau, sambil air mata pelan-pelan menetes.
Salah satu teladan dari Husni adalah kebiasaannya mengucapkan kalimat “alhamdulillah” dalam segala situasi. Ini mencerminkan sikap qana’ah, yakni menerima apa adanya atas karunia Allah. Baginya, setiap nikmat, sekecil apa pun, layak disyukuri.
Husni juga berbagi tips untuk tetap sehat dan bugar di usia lanjut. Meski pernah menjadi perokok berat, ia aktif berkebun di pekarangan rumah, merawat tanaman seperti pisang dan mangga. Aktivitas fisik ini membuat tubuhnya tetap sehat dan bugar. Di hari tuanya, ia juga rutin mengikuti pengajian di masjid dekat rumah.
Mengenai layanan yang diberikan kepada jemaah haji, Husni menyampaikan apresiasi yang tinggi. Menurutnya, hampir semua aspek layanan sangat memuaskan.
“Alhamdulillah. Layanan yang kami terima sangat bagus. Hotelnya nyaman, kamarnya luas, kamar mandi bersih. Konsumsi makanan juga enak, dengan rasa yang sesuai lidah nusantara. Pokoknya, semua layanan sangat memuaskan. Terima kasih,” ucapnya.
Namun, Husni memberikan satu catatan penting terkait menu makanan bagi jemaah haji yang berlatar belakang petani. Ia meminta agar kebutuhan karbohidrat mereka diperhatikan lebih baik lagi.
“Saya kasihan dengan jemaah haji yang sehari-hari bekerja sebagai petani. Mereka butuh karbohidrat lebih banyak dari nasi. Menu harian dalam bentuk nasi kotak yang disediakan panitia masih kurang untuk mereka,” tuturnya.
Sumber: kemenag.go.id