Breakingnewsjabar.com – JAKARTA | Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika, menanggapi pernyataan tim hukum Hasto Kristiyanto yang menyebut ketidakhadiran KPK dalam sidang praperadilan sebagai taktik untuk menyelesaikan berkas perkara dan melimpahkannya ke pengadilan. Menurut Tessa, pandangan tersebut merupakan hal yang wajar dalam proses hukum.
“Sah-sah saja bila ada pihak yang memiliki pandangan seperti itu,” kata Tessa dalam keterangannya, Senin (3/3/2025). Ia menegaskan bahwa KPK tidak mempermasalahkan respons kubu Hasto yang menduga adanya akal-akalan di balik ketidakhadiran lembaga antirasuah dalam sidang perdana praperadilan.
“KPK akan tetap bekerja sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Semua tindakan tersebut dapat diuji, termasuk salah satunya melalui mekanisme praperadilan ini,” ucap Tessa.
Pelimpahan Berkas Perkara Tidak Menggugurkan Praperadilan
Sebelumnya, Maqdir Ismail, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, menyoroti ketidakhadiran tim KPK dalam sidang perdana praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025). Maqdir menduga ketidakhadiran KPK hanya strategi untuk menyelesaikan berkas perkara dan melimpahkannya ke pengadilan sehingga permohonan praperadilan menjadi gugur.
Namun, Maqdir menegaskan bahwa merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), praperadilan yang sedang berjalan tidak boleh dianggap gugur meskipun berkas perkara tersangka telah dilimpahkan ke pengadilan.
“Saya kira ini satu pelajaran untuk kita, kalau memang betul KPK menyerahkan atau melimpahkan berkas perkara pokok hanya untuk menggugurkan praperadilan kami,” kata Maqdir kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025).
Maqdir juga menekankan bahwa jika benar KPK mengulur waktu demi melimpahkan berkas perkara, maka hal tersebut semakin mempertegas dugaan adanya unsur politisasi dalam penetapan tersangka terhadap Hasto. Namun, kubu Hasto berharap KPK tidak melakukan hal tersebut dan menyelesaikan proses praperadilan terlebih dahulu.
“Kita harapkan bahwa itu tidak dilakukan oleh KPK. Kami harapkan bahwa KPK mau berbesar hati untuk menyelesaikan terlebih dahulu pemeriksaan perkara praperadilan,” ujar Maqdir.
Ia menambahkan, “Kemudian kalau misalnya nanti putusan praperadilan ini menolak permohonan kami, ya dipersilakanlah mereka melimpahkan berkas perkara.”
Praperadilan Jilid II Digelar Pekan Depan
Sidang praperadilan jilid II yang diajukan Hasto melawan KPK terkait dugaan suap akan digelar pada Senin, 10 Maret 2025. Sementara itu, praperadilan untuk penetapan tersangka perintangan penyidikan bakal berlangsung pada Jumat, 14 Maret 2025.
Tim hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menjelaskan bahwa permohonan praperadilan kali ini dibagi dalam dua gugatan. Pertama, terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, dan kedua, terkait perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang disangkakan kepada Hasto.
Ronny berharap praperadilan ini bisa menjadi kesempatan bagi KPK dan tim hukum Hasto untuk saling menguji dasar penetapan tersangka terhadap kliennya. Melalui persidangan, akan terlihat apakah KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka berdasarkan rasionalitas hukum atau sekadar upaya kriminalisasi terhadap aktivis politik yang berseberangan dengan kekuasaan.
Ronny menegaskan bahwa praperadilan ini merupakan hak Hasto sebagai tersangka yang diatur dalam Pasal 79 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sehingga asas sederhana, cepat, dan biaya murah itu bisa terlaksana, sehingga dapat memberikan kepastian hukum baik bagi KPK maupun Pak Hasto Kristiyanto,” ujar Ronny.
Putusan Praperadilan Sebelumnya: Gugatan Hasto Tidak Dapat Diterima
Sebelumnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, menyatakan bahwa gugatan praperadilan Hasto tidak dapat diterima.
“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Djuyamto di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Djuyamto menyebut bahwa permohonan praperadilan yang diajukan Hasto melalui kuasa hukum kabur atau tidak jelas. Dengan demikian, penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan sah.
“Menyatakan permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas,” ujar Djuyamto.

