breakingnewsjabar.com – JAKARTA | Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) . Kasus ini merupakan tindak lanjut dari serangan ransomware yang melumpuhkan layanan publik pada tahun lalu.
Dalam penyelidikan ini, dua perusahaan besar bidang teknologi informasi, yakni PT Aplikanusa Lintasarta dan PT Telkom Indonesia Tbk. , berada di pusaran kasus. Otoritas kejaksaan mencatat bahwa sejak tahun 2020, terdapat pola ketidakwajaran dalam pemenangan tender proyek PDNS oleh PT AL (Lintasarta) , dengan nilai kontrak yang terus meningkat hingga mencapai lebih dari Rp959,4 miliar .
Awal Mula Kasus: Kongkalikong Tender PDNS
Menurut keterangan resmi otoritas kejaksaan, kasus ini bermula pada 2020 , ketika pejabat Kominfo melakukan kerja sama dengan perusahaan swasta untuk memenangkan tender proyek PDNS kepada PT AL dengan nilai Rp60 miliar . Setahun kemudian, pada 2021 , PT AL kembali memenangkan proyek senilai Rp102,6 miliar .
Pola serupa kembali terjadi pada 2022 , ketika PT AL mendapatkan proyek dengan nilai Rp188,9 miliar melalui pengondisian yang diduga melibatkan pejabat Kominfo. Bahkan, pada 2023 dan 2024 , perusahaan yang sama kembali memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak masing-masing Rp350 miliar dan Rp256,5 miliar .
Kejaksaan menegaskan bahwa pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan bermitra pada pihak yang tidak memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301 , standar internasional untuk sistem manajemen keberlangsungan bisnis.
Serangan Ransomware dan Kerugian Publik
Akibat pengadaan yang diduga tidak sesuai standar, serta tanpa pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) , infrastruktur PDNS menjadi rentan terhadap serangan siber. Pada 20 Juni 2024 , terjadi serangan ransomware oleh kelompok hacker Brain Cipher , yang menyebabkan beberapa layanan publik lumpuh, termasuk layanan imigrasi di bandara dan pembuatan paspor.
“Serangan ransomware tersebut telah mengakibatkan sistem failure dan data terenkripsi pada Pusat Data 2,” ungkap Telkom Indonesia dalam penjelasan resminya, Kamis (27/6/2024).
Meskipun hacker akhirnya memberikan kunci dekripsi secara gratis, serangan ini tetap menimbulkan kerugian signifikan bagi negara dan masyarakat, terutama karena tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia.
Jejak Lintasarta dan Telkom dalam Proyek PDNS
Dalam penelusuran lebih lanjut, anggaran untuk proyek PDNS telah dialokasikan pemerintah sejak 2021 . Saat itu, Direktorat Jenderal Aplikasi Kominfo mengadakan tender layanan komputasi awan (cloud) PDNS senilai Rp119 miliar , yang dimenangkan oleh PT Aplikanusa Lintasarta dengan harga kontrak Rp102 miliar .
Setahun kemudian (2022 ), Lintasarta kembali memenangkan tender dengan nilai pagu paket Rp197,9 miliar , meski harga kontrak disepakati sebesar Rp188,9 miliar . Namun, pada 2023 , proyek layanan cloud PDNS mulai beralih ke Telkom , yang berhasil menyisihkan Lintasarta.
Anggaran proyek pada 2023 melonjak menjadi Rp357,5 miliar , dengan harga kontrak senilai Rp350,9 miliar . Pada 2024 , Telkom kembali memenangkan proyek senilai Rp256,5 miliar , meski pagu anggarannya hanya Rp287,6 miliar .
Respons Lintasarta dan Telkom
Lintasarta menyatakan siap bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum dalam proses penyidikan kasus ini.
“Lintasarta menghormati seluruh proses yang berlangsung dan bersikap kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan,” ujar Head of Corporate Communications Lintasarta, Dahlya Maryana , dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/5/2025).
Dia menambahkan bahwa Lintasarta memiliki mitra strategis keamanan siber global dan memastikan perlindungan optimal terhadap data pelanggan serta integritas layanan.
Sementara itu, AVP External Communication Telkom Indonesia, Sabri Rasyid , menegaskan bahwa pihaknya belum akan merespons secara rinci terkait kasus ini.
“Kami masih menunggu proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejari Jakpus. Biar kita tidak mendahului aparat penegak hukum,” tutur Sabri.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 pada 13 Maret 2025 . Sejumlah jaksa penyidik diperintahkan untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kerugian negara akibat dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai Rp500 miliar , dengan dampak signifikan terhadap layanan publik dan tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia.
Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut secara transparan dan tuntas, sehingga pelaku dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Harapan kami, proses hukum ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara optimal demi kepentingan publik,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Serangan ransomware yang terjadi pada Juni 2024 tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga membahayakan data pribadi warga Indonesia. Insiden ini menjadi pengingat pentingnya keamanan siber dalam pengelolaan data nasional.
“Kami berharap pemerintah dapat meningkatkan pengawasan terhadap proyek-proyek strategis seperti ini agar tidak terulang di masa mendatang,” tambah Dahlya Maryana.