Breakingnewsjabar.com – TASIKMALAYA | Aktivitas pertambangan pasir di kaki Gunung Galunggung , Kabupaten Tasikmalaya, saat ini praktis lumpuh total. Sudah seminggu truk pengangkut pasir menganggur dan alat berat terparkir tanpa operasi. Penghentian ini merupakan dampak dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi , yang akan mengevaluasi ulang seluruh tambang di wilayah Jawa Barat, termasuk Tasikmalaya, setelah tragedi longsor tambang di Gunung Kuda, Cirebon , pada 30 Mei lalu yang menewaskan puluhan orang.
Meski bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, kebijakan ini memicu dilema besar bagi para pengusaha tambang berizin serta ratusan pekerja yang bergantung pada sektor ini. Tidak semua tambang pasir di Galunggung ilegal; beberapa di antaranya memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) resmi hingga tahun 2029.
Salah satu pengusaha tambang legal, H. Endang Abdul Malik atau akrab disapa Endang Juta , menyatakan kekecewaannya atas keputusan penghentian total ini. Menurutnya, ia telah mematuhi semua aturan yang berlaku. Namun, penghentian mendadak tanpa solusi justru menciptakan masalah baru, mulai dari kelangkaan pasir hingga melonjaknya harga material tersebut.
“Saya sudah taat aturan. Tapi kalau semua dihentikan tanpa solusi, bagaimana pemerintah membangun infrastruktur? Jalan, sekolah, rumah warga, semuanya butuh pasir,” ujar Endang dengan nada prihatin.
Penghentian tambang ini juga berdampak langsung pada masyarakat luas. Harga pasir meroket dua kali lipat dalam waktu singkat, membuat masyarakat yang ingin membangun rumah harus berpikir ulang. Selain itu, ratusan pekerja di perusahaan milik Endang, CV. Galunggung Mandiri , terancam kehilangan penghasilan. Endang memperkirakan bahwa jika penutupan tambang diterapkan, sekitar 500 pekerja akan kehilangan mata pencahariannya.
“Kita bukan bicara soal mesin, tapi soal isi perut masyarakat di Galunggung yang menggantungkan hidup mereka dan keluarganya pada pertambangan,” tegasnya.
Menariknya, usaha Endang tidak hanya fokus pada penambangan pasir. Di bekas lahan tambangnya, ia telah melakukan reklamasi dengan membangun ekosistem terpadu yang menggabungkan pertanian dan peternakan. Di sana, terdapat kandang ayam berkapasitas 80 ribu ekor yang mampu menghasilkan 3 ton telur per hari , kolam ikan, ladang jagung, sawah, hingga kebun manggis dan durian yang subur.
“Kami tidak hanya ambil dari alam, tapi juga kembalikan ke masyarakat,” jelas Endang, menyoroti komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Selain itu, Endang aktif dalam program sosial, seperti menyediakan makanan gratis setiap Jumat di Masjid Al-Malik yang ia bangun, memberikan wakaf lahan untuk makam, hingga membantu warga sekitar secara rutin.
Endang berharap Gubernur Dedi Mulyadi dapat memberikan solusi yang komprehensif, bukan sekadar menutup tambang tanpa mempertimbangkan dampak lanjutan. “Kalau Pak Gubernur mau jalan bagus, rumah rakyat berdiri, sekolah dibangun, maka pasirnya harus dari mana? Silakan dipikirkan itu,” tegasnya.
Di sisi lain, Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin , menyatakan dukungannya terhadap arahan Gubernur untuk menutup tambang ilegal yang merusak lingkungan. Namun, ia juga menekankan pentingnya data akurat mengenai status legalitas tambang di wilayahnya.
“Yang ilegal tentu kita bereskan. Tapi yang legal, tetap harus berjalan agar pembangunan tidak terganggu,” ujar Cecep. Ironisnya, saat ditanya mengenai jumlah pasti tambang ilegal di Tasikmalaya, Cecep mengaku belum mengetahuinya. Ia berjanji akan meminta laporan dari dinas terkait untuk memperoleh data lengkap tentang pertambangan di Kabupaten Tasikmalaya.
Sumber: kabarsingaparna.pikiran-rakyat.com