Breakingnewsjabar.com – SEMARANG | Anggota Dewan Pers, Totok Suryanto, menegaskan bahwa sinergi yang lebih kuat antara Polri dan Dewan Pers sangat penting dalam menghadapi berbagai tantangan terkait isu pers dan informasi di era digital. Pernyataan ini disampaikan Totok saat memberikan materi dalam kegiatan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Humas Polri Tahun 2025 di Akpol Semarang, Selasa (6/5/2025).
“Sinergi antara Dewan Pers dan Polri adalah jalan terbaik untuk menyampaikan komunikasi yang efektif kepada masyarakat luas,” ujar Totok di awal paparannya.
Namun, ia juga mengakui bahwa pemahaman terkait Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Polri dan Dewan Pers belum merata di seluruh jajaran kepolisian, khususnya di level penyidik Polres.
“Masih banyak anggota Polri, terutama di tingkat penyidik Polres, yang belum memahami secara keseluruhan isi MoU dan PKS tersebut. Oleh karena itu, Dewan Pers terus melakukan sosialisasi hingga ke tingkat penyidik di daerah,” ungkap Totok.
Ia menyoroti fenomena oversupply media , yaitu maraknya media baru yang bermunculan tanpa diimbangi profesionalisme. Situasi ini menciptakan tantangan besar dalam membedakan wartawan profesional dengan individu yang hanya memanfaatkan platform digital untuk kepentingan pribadi.
“Bayangkan, hari ini seseorang masih bekerja sebagai tukang batu, besok dia sudah punya website sendiri dan mengaku sebagai wartawan,” kata Totok, menggambarkan kondisi lapangan yang semakin kompleks.
Totok juga menyampaikan kekhawatiran terkait penanganan kasus yang melibatkan wartawan. Menurutnya, jika seorang wartawan diproses hukum tanpa koordinasi awal dengan Dewan Pers, hal ini dapat memicu reaksi keras dari komunitas pers, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Ketika polisi menjadikan seorang wartawan sebagai tersangka, serangan langsung mengarah ke Kapolri. Ada semacam solidaritas yang kadang berlebihan dari kalangan wartawan,” ujarnya.
Sebagai contoh, Totok menyinggung beberapa kasus seperti pembunuhan jurnalis di Kalimantan dan pembakaran keluarga jurnalis di Medan, yang sempat menimbulkan kegaduhan akibat kurangnya klarifikasi atau komunikasi di awal.
“Jika sejak awal ada komunikasi dengan Dewan Pers, kami bisa membantu meluruskan situasi. Tidak perlu semua bukti dari media sosial dan berita dikumpulkan untuk dibawa ke pengadilan. Kita bisa duduk bersama untuk menemukan solusi yang tepat,” katanya.
Totok menilai pentingnya komunikasi langsung antara penyidik dan Dewan Pers dalam menangani kasus yang melibatkan media atau wartawan. Hal ini bertujuan untuk menghindari salah paham di masyarakat serta mencegah institusi Polri disudutkan secara tidak adil.
“Jika kita mengikuti jalur yang telah disepakati dalam MoU, penyelesaian masalah akan lebih cepat dan tidak melebar ke mana-mana,” tegasnya.
Untuk memperkuat sinergi ini, Totok mengusulkan agar sosialisasi MoU dan PKS dilakukan lebih masif, baik secara daring maupun tatap muka. Ia juga menekankan pentingnya melibatkan Kasubbid Humas dan Tim Humas di Polda dan Polres seluruh Indonesia.
“Saya yakin, MoU yang telah kita perbarui ini akan berjalan efektif jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Polri memiliki jaringan luas hingga ke daerah, sehingga implementasinya dapat berdampak signifikan,” pungkas Totok.
Sumber: Divisi Humas Polri
