Breakingnewsjabar.com – JAKARTA | Konflik di Gaza kembali memanas setelah serangan besar-besaran yang diluncurkan oleh Israel menyebabkan lebih dari 400 warga Palestina tewas. Israel mengindikasikan bahwa serangan ini baru tahap awal dari operasi militer yang lebih luas.
Dilansir dari Reuters , Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa serangan ini diperintahkan sebagai tanggapan atas penolakan Hamas terhadap proposal perpanjangan gencatan senjata. Netanyahu mendesak warga Gaza untuk menjauh dari daerah berbahaya dan pindah ke wilayah yang lebih aman. Ia juga menyalahkan Hamas atas jatuhnya korban sipil selama serangan tersebut.
“Mulai saat ini, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan yang semakin meningkat. Negosiasi hanya akan dilakukan di bawah tekanan tembakan,” kata Netanyahu dalam pidatonya dari pangkalan militer Kirya di Tel Aviv.
“Hamas telah merasakan pukulan keras dari kami dalam 24 jam terakhir. Saya ingin menegaskan: ini baru permulaan,” tambahnya.
Serangan Israel telah menghantam sejumlah lokasi strategis di Jalur Gaza, mulai dari rumah-rumah hingga perkemahan tenda di utara hingga selatan Gaza. Menurut saksi mata, sebuah pesawat tempur Israel menembakkan rudal ke Kota Gaza pada Selasa malam. Laporan dari Al Jazeera menyebutkan bahwa serangan tersebut mencakup wilayah-wilayah seperti Khan Younis dan Rafah di selatan, Kota Gaza di utara, serta Deir el-Balah di tengah, yang mengakibatkan tewasnya seluruh keluarga dalam beberapa insiden.
Buntu Negosiasi Gencatan Senjata Tahap Kedua
Pembicaraan untuk tahap kedua kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas kini terhenti. Israel mendesak agar tahap pertama gencatan senjata diperpanjang hingga pertengahan April, namun Hamas menolak usulan tersebut.
Minggu lalu, Israel menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel dan jenazah empat sandera yang tewas sebagai imbalan dimulainya perundingan tahap kedua. Hamas meminta Israel mengakhiri blokade yang diberlakukan awal bulan ini sebagai syarat untuk melanjutkan pembicaraan.
Sebagai bagian dari gencatan senjata tahap pertama, Hamas telah membebaskan sekitar tiga lusin sandera, termasuk warga Israel dan asing, sebagai imbalan atas pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina. Namun, ketegangan tetap tinggi karena kedua belah pihak saling menuduh melanggar gencatan senjata yang telah berlaku sejak Januari 2025. Gencatan senjata itu memberikan jeda perang bagi 2,3 juta penduduk Gaza.
Hamas masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik selama konflik sebelumnya. Kelompok militan tersebut menuduh Israel mengancam upaya mediator internasional untuk merundingkan kesepakatan permanen guna mengakhiri pertempuran. Meski demikian, Hamas tidak secara langsung mengancam akan membalas serangan Israel.
Kekhawatiran Sandera dan Warga Gaza
Eskalasi konflik ini memicu kemarahan di kalangan mantan sandera dan keluarga yang masih ditahan di Gaza. Salah satu sandera yang dibebaskan, Yarden Bibas, yang kehilangan istri dan dua anak kecilnya saat dalam tahanan Hamas, mengkritik keras serangan Israel. “Tekanan militer hanya membahayakan sandera, sedangkan kesepakatan adalah satu-satunya cara untuk membawa mereka kembali,” katanya.
Di Gaza, situasi semakin genting. Tank-tank Israel terlihat menyerang daerah-daerah di Rafah, selatan Gaza. Anak-anak yang kebingungan duduk di samping tas-tas berisi barang-barang, siap untuk melarikan diri dari bahaya. Para pengungsi lokal khawatir bahwa serangan ini akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di wilayah tersebut.