Breakingnewsjabar.com – Di tengah upaya melanjutkan gencatan senjata , pasukan Israel terus melancarkan agresi militer yang menyebabkan puluhan warga Gaza syahid dalam beberapa hari terakhir. Sejak periode gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, korban jiwa akibat serangan Israel terus bertambah, menciptakan situasi kemanusiaan yang semakin memburuk.
Pada Jumat malam, seorang nelayan Palestina berusia 22 tahun tewas ditembak oleh pasukan angkatan laut Israel di lepas pantai Al-Sudaniya , utara Gaza. Menurut laporan WAFA , kapal milik nelayan tersebut menjadi sasaran tembakan langsung dari kapal perang Israel.
Di tempat lain, empat orang tewas dalam serangan Israel di lingkungan Zeitoun , selatan Kota Gaza. Laporan dari Euro-Med Monitor menunjukkan bahwa sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, Israel telah membunuh sedikitnya 150 warga Palestina , dengan rata-rata tiga orang tewas setiap 24 jam.
Serangan Terhadap Warga Sipil
Pada Kamis malam, pasukan Israel juga membunuh seorang anak di bawah umur berusia tiga tahun , Amjad Hazem Abed , di lingkungan Shujaiya , timur Kota Gaza. Insiden ini terjadi ketika drone tempur Israel menembaki warga sipil di daerah al-Mintar .
Di wilayah utara, tepatnya di Beit Hanoun , seorang wanita terluka parah akibat serangan drone Israel. Pada hari yang sama, serangkaian serangan Israel menewaskan delapan orang, termasuk seorang wanita di dekat Rafah dan seorang gadis di Deir el-Balah .
Menurut data Aljazeera yang bersumber dari Kementerian Kesehatan Gaza , Israel telah membunuh total 48.529 warga Palestina dan melukai 111.955 orang sejak konflik dimulai pada 7 Oktober 2023 .
Blokade Total Memperparah Krisis Kemanusiaan
Sudah 13 hari sejak Israel memberlakukan blokade total terhadap Gaza, dan situasi kemanusiaan terus memburuk bagi 2,3 juta penduduk di wilayah tersebut. Blokade ini menyebabkan kelaparan massal, kekurangan air bersih, dan kehancuran infrastruktur layanan dasar.
“Konsekuensi kejahatan ini terhadap situasi kemanusiaan sudah jelas dengan indikator kelaparan dan kerawanan pangan yang nyata,” kata kantor media Gaza. “Israel dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertanggung jawab atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza.”
Mereka mendesak komunitas internasional untuk “mengambil tindakan untuk menghentikan pengepungan di Gaza, mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, dan meminta pertanggungjawaban penjahat perang Israel.”
Penutupan jalur darat juga memperparah penderitaan 150.000 pasien kronis dan korban luka perang karena mereka tidak dapat lagi mengakses obat-obatan penting atau pasokan medis.
Krisis Air dan Pangan Memburuk
Olga Cherevko , juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA ), mengatakan kepada Aljazeera bahwa harapan yang muncul saat gencatan senjata dimulai kini digantikan oleh ketakutan dan kekhawatiran akan kehabisan pasokan vital.
“Kami merasakannya di berbagai tingkatan,” kata Cherevko. “Ketahanan pangan dapat memburuk dengan cepat kecuali pasokan dapat dipulihkan.”
Enam dari 25 pabrik roti yang didukung oleh Program Pangan Dunia (WFP) terpaksa tutup karena kekurangan bahan bakar. Selain itu, Israel memutus aliran listrik ke pabrik desalinasi air yang penting, sehingga mengancam pasokan air minum bagi sekitar 600.000 orang .
“Situasi air dan sanitasi sudah sangat buruk dengan sebagian besar fasilitas hancur selama berbulan-bulan pertempuran,” tambah Cherevko.
Kekurangan Bahan Bakar dan Layanan Dasar
Kelangkaan roti semakin parah karena 25 persen toko roti di Gaza telah berhenti beroperasi, dan sebagian lainnya hampir tutup akibat kekurangan bahan bakar. Krisis air juga mencapai titik kritis, dengan 90 persen penduduk Gaza kehilangan akses terhadap air yang dapat diandalkan.
Program pengelolaan limbah dan pembersihan jalan sebagian besar terhenti karena pemerintah kota memprioritaskan bahan bakar untuk pengoperasian fasilitas air. Hal ini telah memperburuk penderitaan masyarakat dan menciptakan krisis kesehatan serta lingkungan yang parah, terutama di tengah kenaikan suhu.
Kurangnya obat-obatan dan pasokan medis telah menambah penderitaan 150.000 pasien kronis dan korban luka perang . Sistem transportasi dan komunikasi di Gaza juga hampir runtuh, membuat situasi semakin genting.